31.10.08

jose rivera

Alkisah seorang bandit bernama Jose Rivera yang tidak disukai di beberapa kota di Texas karena merampok bank dan bisnis mereka. Akhirnya penduduk kota yang kuatir dengan kekacauan ini membayar seorang ranger untuk menangkap Jose Rivera di tempat persembunyiannya di Mexico dan mengembalikan uang mereka.

Akhirnya ranger itu mendatangi sebuah bar yang terpencil. Di sana ia melihat seorang anak muda sedang meramu minuman. Di salah satu meja, seorang pria sedang tertidur dengan muka ditutupi oleh topinya. Dengan berani, ranger itu mendekati anak muda di bar dan memperkenalkan diri dan maksud kedatangannya untuk membawa Jose Rivera, hidup atau mati. “Bisakah kamu menolongku menemukannya?” Anak muda itu tersenyum, sambil menunjuk ke arah sebuah meja, ia berkata, “Itu Jose Rivera.”

Ranger itu berbalik ke arah bandit yang sedang tidur itu dan menepuk bahunya. “Apakah kamu Jose Rivera?” tanyanya. Orang itu menjawab, “no speak English.” Ranger itu menoleh ke belakang dan memanggil anak muda itu untuk membantunya berkomunikasi.

Pembicaraan selanjutnya menjadi sedikit membosankan. Pertama ranger itu berbicara dalam bahasa Inggris, lalu anak muda itu menerjemahkannya ke dalam bahasa Spanyol. Jose Rivera akan menjawab dalam bahasa Spanyol dan anak muda itu mengulangi jawabannya ke dalam bahasa Inggris kepada ranger itu.

Akhirnya ranger itu memberikan dua pilihan untuk Jose Rivera. Pertama, memberitahukan tempat dimana ia menyembunyikan harta yang telah ia curi, maka ia akan dibebaskan. Yang kedua, jika ia tidak mau memberitahukannya, ia akan ditembak di tempat. Lalu anak muda itu menerjemahkan peringatan itu.

Jose Rivera berpikir sejenak lalu berkata kepada anak muda itu, “Katakan padanya uuntuk keluar dari bar, belok ke kanan. Satu mil dari sini ada sebuah sumur. Di dekat sumur itu ada sebuh pohon besar. Di bawahnya terdapat sebuah kotak dimana kusembunyikan semua perhiasan dan uang yang kurampok.”

Anak muda itu menoleh ke ranger itu, membuka mulutnya, lalu menelan ludah, berhenti sebentar, lalu mengatakan, “Jose Rivera bilang.. Em, dia bilang coba tembak aku!”

Mungkinkah kamu akan melakukan hal yang sama seperti anak muda itu kepada temanmu? Mungkin tidak. Tetapi bagaimana kalau temanmu yang melakukan hal itu kepadamu?

30.10.08

gunting ganti jeruk

Istriku bercerita suatu hari ketika ia baru saja kembali dari rumah temannya dimana ada salah satu orang anak temannya itu, seorang anak laki-laki yang masih kecil, sedang memotong sesuatu dengan sebuah pisau dan pisau itu mengenai matanya. Lalu ibunya takut kalau pisau itu akan mengenai mata yang satunya lagi, sehingga ia begitu menjaga anaknya.

Tentu saja setelah mengetahui hal itu, istriku menjadi sangat berhati-hati terhadap anak laki-laki kami yang berusia dua tahun. Ia tidak seharusnya bermain-main dengan pisau, gunting, atau apapun yang bisa mencelakainya. Kami harus membuat larangan untuk seorang anak laki-laki dari hal-hal tersebut.

Suatu hari anak kami yang masih kecil tengah memegang sebuah gunting. Kakak perempuannya yang melihat hal itu mencoba untuk mengambil gunting itu darinya, tetapi semakin ia mencoba untuk menarik gunting itu dari tangan adik laki-lakinya, semakin adiknya menggenggam erat gunting tersebut. Karena takut akan terjadi kecelakaan yang tidak disengaja, maka ia berhenti merebut gunting dari tangan adiknya.

Tiba-tiba ia teringat kalau adiknya itu sangat menyukai buah jeruk dan ia melihat ada satu di dalam lemari es. Ia langsung mengambilnya dan kembali ke adiknya, “Willie, kamu mau jeruk?” Adiknya langsung melepaskan gunting itu dan segera mengambil jeruk yang ada di tangan kakaknya.

Apakah kamu sadar, kalau kadang-kadang Tuhan mengambil “gunting” itu dari hidup kita, tetapi Ia memberikan kita sebuah “jeruk”. Ia memberikan berkatNya sebagai ganti dari malapetaka yang mungkin akan mencelakai kita. Namun seringkali kita menolak untuk melepaskan “gunting” itu. Kita merasa itu adalah hal terbaik yang kita miliki dan tidak akan kita lepaskan, apapun yang terjadi.

Devoters, memegang erat-erat “gunting” itu bisa mencelakai kita. Jika Tuhan saat ini sedang memisahkanmu dari hal-hal yang bisa mencelakaimu, bersyukurlah. Sebab ia sedang menyiapkan berkatNya sebagai gantinya

29.10.08

coba mainkan harmonika itu

John, seorang insinyur muda dari Amerika dikirim ke Irlandia oleh perusahaannya untuk mengerjakan beberapa bangunan baru di sana. Itu adalah sebuah tugas untuk jangka waktu dua tahun. John menerima tugas itu karena gajinya memungkinkan ia untuk menikahi pacarnya. Pacarnya bekerja di dekat rumahnya di Tennessee. Mereka merencanakan untuk mengumpulkan uang dan membayar uang muka sebuah rumah.

Mereka sering berkirim surat, tetapi sejalan dengan berlalunya minggu yang sepi, wanita itu mulai menunjukkan kekuatirannya kalau John sungguh-sungguh setia kepadanya atau jangan-jangan John tertarik kepada wanita Irlandia.

John membalas suratnya, menyatakan bahwa ia sama sekali tidak pernah memperhatikan gadis-gadis disana. “Aku akui,” katanya, “kalau kadang-kadang aku memang tergoda. Tetapi aku berusaha untuk melawannya. Aku berusaha untuk menjaga diriku hanya untukmu.”

Di surat berikutnya, John menerima sebuah paket. Tertulis catatan dari pacarnya dan sebuah harmonika. “Aku mengirimkan ini untukmu supaya kamu bisa belajar memainkannya dan memiliki sesuatu supaya kamu tidak memikirkan gadis-gadis itu.” John membalasnya, “terima kasih untuk harmonikanya. Aku akan berlatih setiap malam dan memikirkanmu.”

Pada akhir tugasnya, John di transfer kembali ke kantor pusatnya. Ia mengambil pesawat pertama ke Tennessee untuk bisa segera bertemu dengan pacarnya. Seluruh keluarga pacarnya ikut serta menjemputnya. Tetapi ketika John berlari mendekat dan hendak memeluknya, wanita itu mundur dan menepis tangannya. “Tunggu sebentar John. Sebelum kamu memeluk dan menciumku, aku mau mendengarmu memainkan harmonika itu.” Tidak diketahui apakah John benar-benar bisa memainkan harmonika atau tidak.

Devoters, di dunia ini kepercayaan orang satu sama lain sudah berkurang. Mereka berselisih, selingkuh, gosip dan melakukan banyak hal buruk lainnya karena pupusnya rasa percaya. Di tengah dunia yang tidak lagi percaya ini, kamu harus tetap bisa dipercaya, memiliki integritas yang tinggi dan bisa diandalkan. Tidak ada alasan untuk mengikuti trend dunia ini.

28.10.08

cecep dan bapaknya

Cecep yang berusia 12 tahun tinggal bersama ayahnya di sebuah desa. Ibunya meninggal sejak ia masih kecil. Selama ini ayahnya yang bekerja untuk menghidupi keluarga. Suatu saat mereka memutuskan untuk migrasi ke desa lain, untuk mencari peruntungan. Mereka memiliki seekor keledai yang sudah sangat kurus karena kehidupan mereka yang kekurangan.

Pada hari mereka akan meninggalkan desa itu, mereka membawa sedikit barang yang mereka miliki dan meletakkannya di atas punggung keledai itu. Lalu mereka berangkat dengan menunggangi keledai mereka. Saat melewati sekumpulan ibu-ibu yang sedang menjemur pakaian, mereka mendengar ibu-ibu itu berkata, “Keledai sudah kurus seperti itu masih ditunggai oleh dua orang dengan barang-barang, sungguh tidak punya perasaan.” Kemudian ayah Cecep turun dan membiarkan anaknya yang duduk di atas keledai.

Ayahnya ingin mengucapkan salam perpisahan kepada teman-temannya yang sedang bekerja di sawah, tetapi beberapa dari mereka ada yang mencibir, “Anak tidak tahu diri, membiarkan ayahnya yang sudah tua berjalan kaki.” Kemudian Cecep turun dari keledai dan membiarkan ayahnya yang menunggangi keledai itu.

Saat Cecep ingin mengucapkan selamat tinggal pada teman-temannya di sekolahan, beberapa dari teman-temannya berkata, “Punya bapak tapi tidak punya belas kasih, tega membiarkan anaknya yang berjalan, sendirinya enak-enakan duduk di atas keledai.” Kemudian mereka berduapun turun membawa keledai mereka berjalan.

Ketika mereka sudah hampir sampai di perbatasan desa, mereka bertemu dengan seorang tua yang sedang duduk, lagi-lagi mencibir mereka, “Dasar bodoh, buat apa punya keledai tapi tidak ditunggangi.”

Kita tidak bisa melarang orang-orang di sekeliling kita, bahkan teman-teman kita untuk berhenti membicarakan tentang kita. Hal yang baik maupun hal buruk. Kamu pasti lelah seperti Cecep dan bapaknya. Tetapi kita cukup punya Tuhan yang memberikan kita hikmat untuk menuntun kita dalam keadaan apapun. Dia yang akan meluruskan jalanmu.

27.10.08

pencuri biskuit

Seorang wanita sudah menunggu di bandara semalaman. Dengan sisa beberapa jam yang cukup lama sebelum keberangkatannya, dia membeli sebuah buku, sekantong biskuit, lalu mencari tempat untuk menghabiskan waktunya. Dia begitu sibuk membaca, sampai suatu hal terjadi, pria yang duduk di sebelahnya, sepertinya sangat tidak sopan. Ia mengambil satu atau dua biskuit dari bungkusnya.

Dia mencoba untuk mengacuhkannya, sambil menghindari untuk memandangnya. Ia membaca, mengunyah biskuit, dan melihat jam. Tapi “pencuri biskuit” yang berani itu mulai menghabiskan persediaan biskuitnya. Dan setelah beberapa menit berlalu, dia mulai merasa terganggu sambil berpikir, ”Kalau dia tidak begitu ramah, pasti sudah kutonjok matanya!”

Lalu setiap sepotong biskuit yang diambil oleh wanita itu, pria itu pun mengambil sepotong. Dan ketika tinggal tersisa sepotong, dia membayangkan apa yang akan dilakukan pria itu. Dengan sebuah senyuman di wajahnya dan sebuah tawa yang agak ragu, laki-laki itu mengambil potongan biskuit terakhir dan membaginya menjadi dua potong. Sambil memakan setengah dari biskuit itu, laki-laki itu menawarkan setengahnya lagi. Dia pun segera mengambil separuhnya dan berpikir, “Ya ampun, laki-laki ini memang berani dan juga kasar, mengapa dia tidak menunjukkan rasa berterima kasih sedikitpun!”

Wanita itu begitu marah dan dengan mengeluh dia mengumpulkan barang-barangnya dan pergi ke pintu gerbang. Ia menolak untuk melihat kembali kepada wajah dari pencuri itu. Ia segera naik ke pesawat dan duduk di kursinya. Kemudia dia mengambil kembali buku yang hampir selesai dibacanya. Dan ketika meraih kopernya, dia terkejut sekali. Ia melihat kantong biskuitnya di depan matanya!

“Jika punyaku ada disini, jadi yang tadi itu adalah miliknya dan dia mencoba untuk berbagi.” Dia pun mengeluh lemas. Sudah terlambat untuk meminta maaf, dia pun menyadari dengan perasaan bersalah.

Pernah mengalaminya dalam situasi yang berbeda? Kita sering salah menilai kesalahan orang, yang padahal sesungguhnya adalah kesalahan kita. Jangan menghakimi, karena itu adalah bagian Tuhan. Jangan menuduh, karena itu adalah pekerjaan iblis.