24.3.09

attention!!

dearest devoters..

we are moving to our new blog page..
http://devoted.ning.com/
so see you there..

20.1.09

robby pemain piano..

Saya seorang mantan guru sekolah musik dari Des Moines, Iowa. Saya mendapat nafkah dengan mengajar piano-selama lebih dari 30 tahun. Selama itu, saya menyadari tiap anak punya kemampuan musik yang berbeda. Tapi saya tidak pernah merasa telah menolong walaupun saya telah mengajar beberapa murid berbakat. Walaupun begitu, saya ingin bercerita tentang murid yang "tertantang secara musik". Contohnya adalah Robby. Robby berumur 11 tahun, ketika ibunya memasukkan dia dalam les untuk pertama kalinya. Saya lebih senang kalau murid (khususnya laki-laki) mulai ketika lebih muda, saya jelaskan itu pada Robby. Tapi Robby berkata, ibunya selalu ingin mendengar dia bermain piano. Jadi saya jadikan dia murid. Robby memulai les pianonya dan dari awal saya pikir dia tidak ada harapan. Robby mencoba, tapi dia tak mempunyai perasaan nada maupun irama dasar yang perlu dipelajari. Tapi dia mempelajari benar-benar tangga nada dan beberapa pelajaran awal yang saya wajibkan untuk dipelajari semua murid. Selama beberapa bulan, dia mencoba terus dan saya mendengarnya dengan ngeri dan terus mencoba menyemangatinya. Setiap akhir pelajaran mingguannya, dia berkata, "Ibu saya akan mendengar saya bermain pada suatu hari." Tapi rasanya sia-sia saja. Dia memang tak berkemampuan sejak lahir. Saya hanya mengetahui ibunya dari jauh ketika menurunkan Robby atau menjemput Robby. Dia hanya tersenyum dan melambaikan tangan tapi tidak pernah turun. Pada suatu hari, Robby tidak datang lagi ke les kami. Saya berpikir untuk menghubunginya, tapi karena ketidakmampuannya, mungkin dia mau les yang lain saja. Saya juga senang dia tidak datang lagi. Dia menjadi iklan yang buruk untuk pengajaran saya! Beberapa minggu sesudahnya, saya mengirimkan brosur ke tiap murid, mengenai pertunjukan yang akan dilaksanakan. Yang mengagetkan saya, Robby (yang juga menerima brosur) menanyakan saya apakah dia bisa ikut pertunjukan itu. Saya katakan kepadanya, pertunjukan itu untuk murid yang ada sekarang dan karena dia telah keluar, tentu dia tak bisa ikut. Dia katakan bahwa ibunya sakit sehingga tak bisa mengantarnya ke les, tapi dia tetap terus berlatih. "Bu Hondrof... saya mau main!" dia memaksa. Saya tidak tahu apa yang membuat saya akhirnya membolehkan dia main di pertunjukan itu. Mungkin karena kegigihannya atau mungkin ada sesuatu yang berkata dalam hati saya bahwa dia akan baik-baik saja. Malam pertunjukan datang. Aula itu dipenuhi dengan orang tua, teman, dan relasi. Saya menaruh Robby pada urutan terakhir sebelum saya ke depan untuk berterima kasih dan memainkan bagian terakhir. Saya rasa kesalahan yang dia buat akan terjadi pada akhir acara dan saya bisa menutupinya dengan permainan dari saya. Pertunjukan itu berlangsung tanpa masalah. Murid-murid telah berlatih dan hasilnya bagus. Lalu Robby naik ke panggung. Bajunya kusut dan rambutnya bagaikan baru dikocok. "Kenapa dia tak berpakaian seperti murid lainnya?" pikir saya. "Kenapa ibunya tidak menyisir rambutnya setidaknya untuk malam ini?" Robby menarik kursi piano dan mulai. Saya terkejut ketika dia menyatakan bahwa dia telah memilih Mozart's Concerto #21 in C Major. Saya tidak dapat bersiap untuk mendengarnya. Jarinya ringan di tuts nada, bahkan menari dengan gesit. Dia berpindah dari pianossimo ke fortissimo... dari allegro ke virtuoso. Akord tergantungnya yang diinginkan Mozart sangat mengagumkan! Saya tak pernah mendengar lagu Mozart dimainkan orang seumur dia sebagus itu! Setelah enam setengah menit, dia mengakhirinya dengan crescendo besar dan semua terpaku disana dengan tepuk tangan yang meriah. Dalam air mata, saya naik ke panggung dan memeluk Robby dengan sukacita. "Saya belum pernah mendengar kau bermain seperti itu, Robby! Bagaimana kau melakukannya?" Melalui pengeras suara Robby menjawab, "Bu Hondorf... ingat saya berkata bahwa ibu saya sakit? Ya, sebenarnya dia sakit kanker dan dia telah berlalu pagi ini. Dan sebenarnya... dia tuli sejak lahir jadi hari inilah dia pertama kali mendengar saya bermain. Saya ingin bermain secara khusus." Tidak ada satu pun mata yang kering malam itu. Ketika orang-orang dari Layanan Sosial membawa Robby dari panggung ke ruang pemeliharaan, saya menyadari meskipun mata mereka merah dan bengkak, betapa hidup saya jauh lebih berarti karena mengambil Robby sebagai murid saya. Tidak! saya tidak pernah menjadi penolong, tapi malam itu saya menjadi orang yang ditolong Robby. Dialah gurunya dan sayalah muridnya. Karena dialah yang mengajarkan saya arti ketekunan, kasih, percaya pada dirimu sendiri, dan bahkan mau memberi kesempatan pada seseorang yang tak anda ketahui mengapa. Peristiwa ini semakin berarti ketika, setelah bermain di Desert Storm, Robby terbunuh oleh pengeboman yang tak masuk akal oleh Alfred P. Murrah Federal Building di Oklahoma pada April 1995, ketika dilaporkan... dia sedang main piano.

9.1.09

aku dan eliab

Menyebalkan sekali! Hari ini adikku mendapat hadiah dari nenek. Bayangkan! Sebuah handphone terbaru dengan fasilitas 3G. Rasanya dia belum cocok untuk punya barang sebagus itu. Nenek seharusnya tahu kalau aku lebih pantas memakainya.

Tiba di sekolah, pak Guru mengumumkan kalau sekolahku akan mengirimkan duta ke Singapura dalam rangka pertukaran pelajar. Aku senang sekali karena paling tidak nilaiku diatas rata-rata dan bahasa inggrisku juga bagus. Tapi baru sebentar aku berkhayal jalan-jalan di Orchard Road, tiba-tiba lamunanku buyar! Ternyata yang terpilih adalah Dono, teman sekelasku. Wah! Kenapa dia? Nilai bahasa inggrisnya kan di bawahku, lagian dia sering ketinggalan catatan lalu fotokopi punyaku. Uh!

Di rumah sikapku jadi berubah pada adikku. Bawaannya uring-uringan terus. Sebal sekali melihatnya, apalagi kalau ada sms di hpnya. Kalau dia menegurku atau menanyakan sesuatu pasti aku jawab dengan ketus. Rasanya tidak betah di rumah.

Besok paginya di sekolah aku hampir memukul Dono. Pasalnya cuma dimulai dari jendela kelas yang susah dibuka. Dono yang duduk lebih dekat dengan jendela, berusaha membantuku membuka jendela yang memang sudah waktunya dijebol karena berkarat dan berayap. Aku tersinggung. Sikapku pada Dono jadi berubah, padahal sebelumnya dia adalah teman dekatku.

Sikapku jadi seperti kakak Daud yang merasa iri kepada adiknya. Aku merasa lebih berhak, lebih mampu, lebih bisa, lebih segala-galanya daripada adikku atau Dono. Bisa kebayang perasaan Eliab yang sudah berkhayal dirinya bakal mengenakan mahkota raja, tiba-tiba nabi Samuel bilang, bukan kamu! Bum! Wah, seperti ketimpa kulkas. Sebel banget. Pokoknya apapun yang Daud lakukan akan selalu salah di mata Eliab. Bahkan ketika Daud datang untuk mengantar makanan, yang sebenarnya pasti sudah ditunggu-tunggu karena ia kangen masakan rumah selama pergi perang, langsung disemprot dengan kata-kata sadis.

Perasaan iri sudah memperbudak Eliab sehingga ia memperlakukan adiknya dengan semena-mena. Rasa iri yang memuncak membuatnya bersikap arogan. Eliab merasa lebih pantas, lebih mampu. Perasaannya sama denganku saat ini. Merasa lebih layak memiliki hp 3G, lebih mampu daripada Dono. Padahal seharusnya aku bisa bersyukur karena memiliki mereka yang punya kesempatan untuk menjadi lebih baik. Tidak seharusnya aku merasa lebih layak daripada mereka.

15.12.08

akulah terang dunia

Waktu kecil, aku sering mendengar pendeta yang berkotbah bahwa Yesus adalah terang dunia. Sehingga jangan pernah berpikir kalau setiap perbuatan kita itu tersembunyi dariNya. TerangNya akan mengekspos setiap hal buruk yang telah kita lakukan. Hal itu membuatku takut untuk mendekati Tuhan. Takut kalau terangNya yang berkuasa akan menunjukkan dosa dan kelemahanku sehingga mempermalukanku.

Apakah ini gunanya terang dunia? Ternyata tidak. Kebenaran yang sesungguhnya terletak pada keseluruhan konteks ayat itu. Yesus menyatakan diriNya adalah terang dunia, setelah Ia berkata kepada wanita yang tertangkap sedang berbuat zinah, “Hai perempuan, dimanakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?” Jawabnya, ”Tidak ada, Tuhan.” Lalu jawab Yesus, “Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.” Baru kemudian Yesus berkata, “Akulah terang dunia..” (Yohanes 8:10–12)

Bersyukur sekali karena mengetahui ketika Yesus mengatakan Akulah terang dunia, itu bukan untuk menunjukkan dosa wanita itu karena Ia baru saja mengatakan Akupun tidak menghukum engkau.

Hal ini seharusnya membuat kita tidak perlu datang ke hadiratNya dengan perasaan takut dan cemas. Tuhan tidak menunggu di tahtaNya untuk menghukum setiap kesalahan dan kegagalan kita. Sehingga setiap minggu kita perlu mampir menghadapNya, menyenangkanNya dengan sedikit persembahan dan pujian, supaya kita tidak dihukum. Kalau itu konsep kita selama ini, buang itu jauh-jauh!

TerangNya bukan untuk mengekspos dosa dan mempermalukan kita, bahkan menuduh kita. Tidak, TerangNya yang kudus adalah untuk menunjukkan betapa sempurnanya pekerjaan darahNya menghapus setiap dosa kita. Itu sebabnya Yesus berkata kepada wanita itu bahwa Ia juga tidak menghukumnya, itu karena Yesus yang akan menanggung hukuman karena dosa wanita itu, sama seperti dosa-dosa kita di atas kayu salib.

Devoters, terangNya mengungkapkan kebenaran bahwa dosa kita sudah dihapuskan semua. Ia menyatakan betapa sempurnanya pekerjaan Yesus diatas salib. Dengan mengetahui kebenaran ini, kamu bisa masuk dengan keyakinan ke hadiratNya, mengetahui bahwa terangNya memberi kasih karunia dan pengharapan

13.12.08

namaku samuel

Namaku Samuel. Aku lahir karena karena mujizat. Sebuah nazar dari mamaku yang bernama Hanna, membuat Tuhan mengijinkan aku lahir ke dunia. Sejak kecil aku sudah tinggal bersama Om Eli. Dia seorang imam di Silo. Om Eli punya dua anak, Hofni dan Pinehas. Aku tidak terlalu suka dengan mereka karena hidupnya munafik, tidak sesuai dengan ajaran Tuhan.

Waktu kecil, aku pernah mendengar suara Tuhan memanggil namaku. Aku pikir itu adalah suara Om Eli. Tetapi waktu aku tanya, dia bilang tidak memanggilku. Aku jadi bingung. Setelah itu aku diberitahu kalau itu adalah suara Tuhan dan aku harus menjawabnya, lalu aku melakukan seperti yang diajarkan Om Eli. Sejak saat itu aku selalu berkomunikasi dengan Tuhan.


Banyak hal yang terjadi selama aku dikenal sebagai nabi di Israel, tapi aku mau bercerita tentang sebuah kesalahanku. Ini terjadi setelah raja Saul ditolak sebagai raja. Tuhan menyuruhku untuk pergi ke Betlehem dan mengurapi anak Isai untuk menjadi raja. Aku sih menurut saja. Tetapi ketika sampai disana aku bertemu dengan Isai. Lalu aku menyuruhnya mengumpulkan anak-anaknya. Aku benar-benar merasa kalau Tuhan sudah menunjukkan orang yang tepat.


Anaknya yang pertama, Eliab, seorang pria yang gagah perkasa. Ototnya benar-benar bukti kalau dia adalah seorang yang terlatih. Tampangnya yang ganteng sangat cocok bila mengenakan mahkota raja. Aku pikir Tuhan benar-benar sudah memilih seorang yang sangat tepat untuk menggantikan Saul. Tapi Tuhan bilang bukan dia. Aku jadi bingung.


Lalu ketika anaknya yang kedua, Abinadab maju. Aku lalu berpikir, mungkin dia lebih baik daripada kakaknya. Tetapi aku salah lagi. Lalu majulah yang ketiga, keempat, kelima, keenam sampai ketujuh, ternyata tidak ada satupun yang dipilih oleh Tuhan. Aku jadi semakin bingung. Lebih bingung lagi ketika akhirnya muncul Daud, anak yang paling kecil dengan wajah kekanak-kanakan dan tubuh yang mungil. Aku pikir mana mungkin dia menjadi raja. Kriterianya jauh dari persyaratan. Tapi herannya dialah yang dipilih Tuhan.


Hari itu aku belajar sesuatu. Bukan apa yang dilihat manusia yang dilihat Allah, Allah lebih melihat hati daripada apa yang ada di depan mata. Aku masih mengingat peristiwa itu sampai sekarang dan tidak akan melupakannya.