2.12.08

misha

Pada tahun 1994, dua orang warga Amerika memenuhi undangan Departemen Pendidikan Rusia untuk mengajar moral dan etika berdasarkan prinsip Alkitab di panti asuhan. Bulan Desember, waktunya mereka mendengarkan kisah tradisioanal mengenai Natal. Kami menceritakan tentang Maria dan Yusuf tiba di Betlehem. Tidak mendapat tempat di penginapan, mereka pergi ke sebuah kandang, di mana bayi Yesus lahir dan diletakkan di palungan. Mendengar cerita itu, anak-anak begitu kagum. Setelah selesai kami bercerita, kami memberi anak-anak itu kertas lipat untuk membuat palungan.


Sambil mengikuti instruksi, anak-anak memotong kertas dan dengan hati-hati membentuk sebuah palungan. Anak-anak itu sibuk berkarya selagi aku berjalan melewati mereka satu per satu. Semua berjalan dengan baik sampai aku mendekati sebuah meja di mana Misha sedang duduk. Ia berusia kira-kira 6 tahun dan telah menyelesaikan prakaryanya.


Ketika aku melihat palungan yang dibuatnya, aku kaget melihat ada dua bayi di dalam palungan itu. Aku segera memanggil penerjemah untuk menanyakan mengapa bisa ada dua bayi di dalam palungannya. Sambil melihat palungannya anak itu mulai mengulang cerita dengan serius. Untuk anak kecil seusianya, yang baru hanya sekali mendengarkan cerita ini, ia menghubungkan kejadian dengan begitu teliti sampai pada kisah di mana Maria meletakkan bayi Yesus di palungan.


Kemudian Misha melanjutkan kisahnya sampai akhir di ceritanya ia berkata, “Dan ketika Maria menidurkan bayinya di palungan, Yesus melihat ke arahku dan bertanya apakah aku punya tempat tinggal. Aku bilang padaNya aku tidak punya mama dan papa, jadi aku tidak punya tempat tinggal. Kemudian Yesus mengatakan padaku bahwa aku bisa tinggal bersamaNya.

Tetapi aku tidak bisa, karena aku tidak punya kado apapun yang bisa kuberikan seperti yang orang lain. Tapi aku ingin sekali tinggal bersama Yesus, maka aku berpikir apa yang bisa kulakukan untuk memberinya hadiah. Aku pikir bisa membuatNya merasa hangat dengan tubuhku, mungkin itu bisa menjadi kado yang baik. Maka aku bertanya pada Yesus, “Kalau aku bisa membuat tubuhMu hangat, apakah itu bisa menjadi hadiah yang cukup baik?” Dan Yesus menjawab, “Kalau kau bisa membuatku merasa hangat, itu akan menjadi hadiah terbaik yang pernah diberikan kepadaku. Jadi aku masuk ke dalam palungan itu, dan kemudian Yesus melihat ke arahku dan mengatakan padaku bahwa aku bisa tinggal bersamaNya untuk selamanya.”


Ketika Misha menyelesaikan ceritanya, ia menangis. Kedua tangannya menutupi wajahnya, ia menunduk dan tidak berhenti menangis. Anak yatim piatu ini telah menemukan seseorang yang tidak akan pernah menyiksa atau meninggalkannya, seseorang yang akan tinggal bersamanya untuk selamanya. Aku telah belajar bahwa yang terpenting adalah bukan apa yang kau miliki dalam hidupmu, tetapi siapa yang kau miliki.

No comments:

Post a Comment