4.12.08

natal yang indah

Aku buru-buru ke toko terdekat untuk membeli beberapa hadiah Natal. Kulihat ke semua orang dan bersungut-sungut pada diriku sendiri. Dengan segera aku bergegas melewati kerumunan orang-orang ke bagian mainan. Sekali lagi aku bersungut-sungut karena harga mainan-mainan itu.

Aku berada di deretan boneka. Di pojok aku melihat seorang anak laki-laki berusia sekitar lima tahun, memegang sebuah boneka yang cantik. Ia terus mengelus rambutnya dan ia memegangnya dengan sangat lembut. Aku terus melihatnya dan mengira-ngira untuk siapa boneka itu. Aku melihatnya pergi ke arah seorang wanita dan berkata, “Apakah tante yakin kalau uangku kurang?” Wanita itu menjawab dengan sedikit tidak sabar, “Kau tahu kalau uangmu tidak cukup untuk itu.”

Setelah itu aku bertanya pada anak itu, untuk siapakah boneka itu. Ia menjawab, “Ini boneka yang diidamkan adikku saat Natal. Ia tahu kalau Santa akan membawakannya.” Aku berkata padanya, mungkin Santa akan datang untuk membawakannya. Ia menjawab “Tidak, Santa tidak bisa pergi ke tempat di mana adikku berada. Aku harus memberikan boneka ini kepada mamaku untuk diberikan kepadanya.”

Aku bertanya padanya dimanakah adiknya berada. Ia menatapku dengan tatapan memelas dan berkata “Ia telah pergi untuk bersama Yesus. Papaku bilang kalau mama akan pergi menyusulnya.” Jantungku hampir berhenti. Kemudian anak itu kembali menatapku dan berkata, “Aku bilang pada papa untuk memberitahu mama supaya jangan pergi dulu. Aku menyuruhnya menunggu sampai aku kembali dari toko. Aku juga mau memberinya fotoku, supaya ia tidak lupa padaku.”

Ketika anak itu menundukkan kepalanya, aku mengambil setumpuk nota dan bertanya padanya, “Maukah kau menghitung uangmu sekali lagi bersamaku?” Dengan semangat ia menjawab, “Ya, aku tahu uangnya pasti cukup.” Diam-diam aku menyelipkan uangku ke dalamnya dan mulai menghitungnya. Dan tentu saja lebih dari cukup untuk boneka itu. Dengan lembut ia berkata, “Terima kasih Tuhan telah memberiku uang yang cukup. Aku sudah berdoa supaya diberi cukup uang untuk membeli boneka ini dan Ia mendengar doaku. Tadinya aku mau berdoa supaya Tuhan memberiku uang yang cukup untuk membeli mawar putih juga untuk mamaku, tapi aku tidak memintaNya. Tetapi Ia tetap memberi uang yang cukup untuk membeli boneka dan mawar putih untuk mamaku. Ia sangat menyukai mawar putih.”

Dalam beberapa menit tantenya kembali dan akupun pergi. Aku tidak bisa berhenti memikirkan anak itu. Ketika aku selesai berbelanja, rasanya berbeda sekali dengan ketika aku datang. Dan aku terus mengingat sebuah kejadian yang aku baca di koran beberapa hari sebelumnya tentang seorang supir mabuk yang menabrak seorang anak perempuan hingga meninggal dan ibunya sedang dalam kondisi parah.

Dua hari kemudian aku membaca di koran bahwa wanita muda itu telah meninggal. Aku tidak bisa melupakan anak itu dan terus memikirkan dua kejadian yang saling berhubungan itu. Hari itu, aku pergi membeli bunga mawar putih dan pergi ke rumah duka di mana wanita tersebut disemayamkan, di sana ia sedang memegang setangkai mawar putih, boneka yang cantik, dan sebuah gambar dari anak laki-laki yang kutemui di toko itu. Masihkah aku bisa bersungut-sungut dengan keadaanku?

No comments:

Post a Comment