26.11.08

anakku mau dibelah

Pagi itu aku bingung dan panik. Anak yang baru berumur tiga hari dipangkuanku sepertinya bukan anakku. Dan ia sudah mati. Dimana anak kandungku? Aku ingat betul wajahnya, hidungnya. Tapi yang ada di hadapanku ini bukan anakku. Oh, dia anak temanku yang juga baru saja melahirkan. Mungkin anakku ada dengannya.

Ternyata benar. Anakku sedang disusuinya. Tapi dia bilang itu anaknya. Wah, mau cari ribut ya? Itu anakku. Tapi yang terjadi malah kami bertengkar hebat. Lalu perkara ini dibawa ke pengadilan, namun mereka tidak bisa memutuskan, akhirnya persoalan kami dibawa kepada raja.

Tadinya aku berpikir pasti raja akan memenangkan perkaraku, karena ia terkenal sebagai orang yang bijaksana. Tapi keputusannya sungguh membuatku terkejut. Dia mau membelah anakku supaya adil. Gila. Raja sudah tidak waras. Apa dia tidak berpikir dulu sebelum mengambil keputusan? Bagaimana mungkin ia dianggap sebagai seorang yang bijaksana dengan keputusan semacam itu.

Tentu saja temanku setuju dengan keputusan raja. Ia langsung mengiyakan usulan untuk membelah anak itu. Toh itu bukan anaknya. Pikiranku kalut. Aku jadi semakin bingung. Tapi akhirnya aku mengalah. Anakku lebih penting. Ia lebih baik hidup. Aku mau merelakan apapun demi dia. Aku mau melakukan apapun untuknya. Asalkan anakku tetap hidup.

Iblis tidak merasa memilikimu, jadi dia akan mempersilahkan apapun terjadi atas hidupmu, sekalipun itu maut. Tetapi Tuhan yang memiliki kita akan bersikap berbeda. Ia mampu melakukan lebih daripada ibu tadi. Kasih karuniaNya membuatNya rela melakukan apapun asal kita tetap hidup. Belas kasihanNya sedemikian besar sehingga Ia rela datang ke dunia untuk mati buat kita. Ia menukar nyawaNya supaya kita tetap hidup.

Yesus lebih rela mati supaya kita hidup, Ia menerima semua hukuman yang seharusnya ditimpakan kepada kita. Darahnya menjadi ganti darah kita. Bilurnya menjadi ganti hukuman kita. Anak itu bisa tetap hidup, karena belas kasih ibunya. Kita bisa tetap hidup, hanya karena kasih karuniaNya. Hari ini hidupi kasih karuniaNya.

No comments:

Post a Comment